Asyik, Bermain Diatas Air

Kala musim hujan, ditambah air sungai pasang karena pengaruh pasang air laut, anak-anak biasa bercengkerama di atas air empang (blumbang) yang dibuat, hampir setiap penduduk di wilayah ini memilikinya.

Disamping empang yang dibuat, lokasi ini juga terkena dampak pasang surut. “Sebenarnya jarak antara laut dengan lokasi adalah sekitar 120 km, tetapi karena sungainya (sungai Lilin, bukan sungai Musi) begitu luas akibatnya air pasang dan air surut dari laut memengaruhi ketinggian sungai, sebab air sungai kembali atau berbalik arah dari laut ke arah darat apabila air laut pasang dan masuklah ke parit-parit warga bahkan ada yang masuk ke sekitar rumah”, kata seorang warga yang enggan disebut namanya. “Oleh karena itu airnya juga bukan air tawar tapi air asin atau lebih tepatnya air payau (setengah tawar setengah asin)”, lanjutnya.

Inilah desa Tenggulang Baru SP5, dimana kami berkumpul sementara sebelum melanjutkan acara di Sekayu, yang sudah dijadwalkan sebelumnya. Ada dua keluarga yang langsung transit di Tenggulang Baru, yakni keluargaku dan keluarga saudara Larto (Sri).

Rakit yang digunakan untuk bermain adalah rakit yang biasa digunakan oleh penduduk setempat untuk memanen kelapa sawit untuk medan yang berair dan susah untuk dilalui dengan berjalan kaki. Meskipun peralatan sederhana, namun untuk menahan beban di atasnya sudah diperhitungkan, diperkirakan mampu mengangkut seberat 100 kg, bahkan lebih. Oleh karena itu, anak-anak tidak khawatir akan tenggelam.

Inilah kisah lain perjalanan kami bersama keluarga selama mengadakan acara reuni keluarga besar mbah Kismo – Pariyem, saat berada di Tenggulang Baru tempat ibu saya bertempat tinggal.

Salam.
Kissparry