Budaya Jimpitan/Jumputan Jangan Dilupakan

Istilah ini saya dengar dan ketahui sudah ada sekitar tahun 1980-an. Kalau generasi sekarang barangkali sangat asing dan mungkin ada yang tidak tau sama sekali, kecuali di beberapa wilayah Jawa, masih kami jumpai adanya kegiatan jimpitan.

Agar istilah jimpitan tidak hilang maka saya mencoba memberikan sedikit berbagi dan sekaligus sebagai motivasi.

Jimpitan (Bahasa Jawa) berasal dari kata “jimpit” yang artinya menurut pemahaman saya adalah mengambil sesuatu dengan ujung jari tangan, sehingga jumlahnya sedikit.

Barang yang digunakan sebagai jimpitan adalah bahan makanan pokok seperti beras atau jagung, juga dapat berupa uang logam.

Kartu Jimpitan Wea_Edit
Contoh Kartu Kontrol Uang Jimpitan dan Kotak Jimpitan

Caranya setiap warga dalam suatu dukuh atau talang atau satu Rukun Tetangga (RT) meletakkan kotak atau kaleng disamping pintu luar rumah kemudian setiap hari atau setiap minggu sesuai dengan kesepakatan bersama, memasukkan beras atau uang logam seiklasnya kedalam tempat tersebut.

Di beberapa tempat yang kami jumpai, jumlah atau besaran jimpitan sama, ada yang berupa beras dan sebagian lain dari beras diganti dengan uang, misal Rp 500,- (lima ratus rupiah).

Pengumpulan jimpitan dilakukan oleh warga yang pada malam harinya pukul 11.00 sampai dengan pukul 03.00 waktu setempat, sekaligus ronda malam, itu bila dilakukan harian.

Apabila jimpitan dilakukan bulanan, maka pengumpulannya biasanya saat pertemuan warga tersebut atau ada petugas terjadwal yang keliling.

Jimpitan digunakan untuk menunjang berbagai kegiatan kampung/dukuh/RT/talang, baik untuk kegiatan fisik/pembangunan maupun kegiatan non-fisik untuk memakmurkan dukuh/kampung/RT seperti acara peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan, tahun baru Muharram (Suronan), dan bahkan bisa untuk kegiatan rekreasi seluruh warga dukuh/kampung/RT.

Selain itu juga berfungsi untuk biaya-biaya lainnya sesuai dengan kesepakatan warga dalam perkumpulan setempat, misal untuk membantu warga yang sedang kesusahan atau sangat membutuhkan.

Jimpitan juga dapat dilakukan oleh Paguyuban, perkumpulan keluarga seperti yang telah dilakukan oleh Kissparry dengan mengajak seluruh anggota keluarga menabung ke Rekening Keluarga yang hasilnya digunakan untuk Reuni Keluarga setiap 3 tahun sekali.

Bahkan ibu rumah tangga juga dapat melakukannya jimpitan ini, pada saat akan memasak nasi.

Begini filosofinya, terkadang tanpa kita sadari setiap masak nasi ada sisa pada sore harinya, maka hari berikutnya dapat mengurangi takaran beras yang akan dimasak berikutnya.

Menyikapi kelebihan nasi pada setiap harinya, hal tersebut dapat menjadi tabungan keluarga.

Caranya, setiap akan memasak nasi maka kurangilah takaran berasnya dengan mengambil sejimpit atau satu genggaman tangan, ditempatkan di tempat terpisah, dan satu bulan kemudian ditimbang untuk dihargai seperti kita membeli beras di toko, uangnya di tabung.

Semoga bermanfaat.

Di tulis oleh Likkasjo (LK), Kissparry Sekayu Muba
Editing oleh EswedeWea, Kissparry Semarang

3 thoughts on “Budaya Jimpitan/Jumputan Jangan Dilupakan


  1. Di tempatku (Semarang) ada lho jimpitan, yang aku ronda tiap Minggu malam itu sekaligus mengambil jimpitan, per-malam Rp500,-.


      1. Selain di daerah kami, apa tempat saudara juga ada? Istilahnya tentu berbeda, boleh di sampaikan disini.
        Terima Kasih

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Kissparry

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Kissparry

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca