Aceh, Bukan Sekedar Receh

Perjalanan ke Aceh kali ini banyak menambah info baru. Kenangan Tanah Rencong. Dinamika yang menyertai lahir dan perkembangan PATRI di Aceh sungguh mendebarkan. Aceh memang sarat kisah haru biru.

Bayangkan, tahun 1998/1999 sebanyak 13.500 KK warga trans yang sudah puluhan tahun, harus terusir dari kampungnya. Konflik bersenjata yang berkepanjangan, bencana Tsunami, konflik dan intrik politik antar faksi, serta gampong yang dulu ramai, kini jadi hutan belantara.

Sepertinya, semuanya bagai bongkahan mendung kelabu. Dada serasa sesak. Miris, pilu, berbaur jadi satu. Harapan apa lagi kedepan..?

Tetapi kita memang wajib bersyukur. Karena dianugerahi Allah sebagai anak warga pejuang negeri yang tahan banting. Termasuk kedekatan diantara anggota PATRI.

simpang-lima-banda-aceh
Simpang Lima Banda Aceh (Istimewa)

Alhamdulillah, selama 13 tahun jadi anggota PATRI, saya sangat dekat secara emosional dengan seluruh warga PATRI se Indonesia. Baik yang sudah pernah bertemu maupun belum. Termasuk pula dengan kepengurusan PATRI ACEH sebelumnya. Mas A. Ghozin sebagai perintis dan Mas Tulus Sugiyanto penerus. Sekarang dengan tiga Pengurus inti 2017-2022. Saudara Nurhasan, Nadhirin, dan Rachmat. Mereka bertiga tentunya sudah kian matang dengan berbagai dinamika Aceh. Semoga mereka bersama pengurus lainnya dapat mempercepat cahaya harapan itu makin bersinar lagi.

Selama 5 hari di Aceh saya banyak mencari tahu. Berdiskusi dengan teman-teman PATRI, aparat dinas, warga setempat, dan membaca berita media Aceh. Berdasarkan info itu, saya menemukan titik optimis.

Tak selamanya gempa akan menimbulkan tsunami. Tak selalu terik panas menimbulkan kebakaran. Bahkan, musibahpun bisa membawa hikmah, dan juga berkah. Allah Maha Kuasa.

Buktinya. Sebagian mahasiswa yang hadir saat rapat/MUSDA PATRI Aceh di Geuceu (19/05/2017), mengabarkan. Baru dari Aceh Singkil saja (Singkohor) ada 70 orang mahasiswa di Banda Aceh. Ada calon dokter hewan, dokter gigi, guru, dan lainnya. Semuanya anak Transmigran. Belum dari Kimtrans lainnya.

Masukan berharga lainnya, ada curhat dan harapan mantan KUPT, anak trans, serta warga di lokasi. Mereka juga demikian. Ingin kampungnya ramai dan hidup seperti dulu. Ketika ribuan Transmigran menghidupkan gampongnya. Mereka saling rukun, damai, dan bersama bersinergi membangun Gampongnya. Berbagai hasil dari Kimtrans seperti jeruk, sawit, sayuran, ternak, dan lainnya mengangkat perekonomian Aceh kala itu.

Sekitar pukul 24.00, sebelum kembali ke penginapan, saya berikan catatan khusus. Saya berharap, PATRI ACEH perlu menyusun rencana baru. Diantaranya:

  • Mendata seluruh potensi SDM, termasuk khususnya mahasiswa anak trans yang sudah lulus maupun sedang kuliah.
  • Memulai lagi menjalin komunikasi dengan para tokoh kunci melalui pendekatan religius.
  • Memobilisasi ide dan gagasan tentang pentingnya Persatuan Nasional di media massa dan medsos.
  • Melibatkan warga trans setempat dan anaknya dalam memperkukuh persatuan, sebagai pengurus PATRI di Cabang-cabang.

Hal ini penting. Karena hakikat Transmigrasi adalah PEREKAT NASIONAL, seperti yang menjadi visi PATRI. Karena itu, jika negeri ini tercerai berai, siapa yang diuntungkan?

Semoga pengurus baru DPD PATRI Aceh (2017-2022) diberi kemudahan mewujudkan harapan dan cita-citanya. Aceh yang damai, maju, dan bersama-sama Transmigrasi membangun masa depan negeri.

Ya Allah.. tolonglah kami, hamba-MU yang lemah ini.

 

Bandara Sultan Iskandar Muda, 20.05.2017

@hasprabu

Catatan: Kissparry, tahun 1997-1999 juga pernah bermukim (tinggal) di Kec. Geumpang Kab. Pidie, daerah yang subur dan menjanjikan kehidupan pada waktu itu. Terhalang Konflik Aceh harus hengkang dari Aceh.

Ilustrasi Google (bandarayakec.bandaacehkota.go.id)

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Kissparry

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Kissparry

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca