Tradisi Syawalan (Kupatan) di Kalangan Masyarakat Jawa

Syawalan, kupatan, atau bodho (bakdo) syawal, bodho kupat, merupakan tradisi di kalangan masyarakat Jawa setelah berlebaran (hari raya Idul Fitri). Bukan hanya yang bermukim di pulau Jawa saja yang masih mengikut tradisi ini, masyarakat asal Jawa yang tinggal di pulau lain ada juga yang masih memertahankan tradisi syawalan tersebut.

Di sebut syawalan karena pelaksanaannya pada bulan syawal, dan ini ada hanya setelah lebaran (Idul Fitri), bahkan sebagian orang menyebut bodho (bakdo) syawal. Sedangkan disebut kupatan karena kebanyakan orang saat syawalan membuat kupat, bahkan ada doa bersama diantara warga dengan masing-masing membawa kupat, dan setelah doa selesai terjadilah tukar-menukar kupat. Ada pula yang membuat acara berebut kupat.

Orang Jawa menyebut Hari Raya dengan Bakdo atau Bodho kemudian Idul Fitri disebutnya Lebaran. Namun dengan mengatakan Bakdo atau Bodho sudah identik dengan Lebaran atau lebih lengkapnya Bakdo (bodho) Lebaran. 

Setelah Lebaran ada Syawalan, lebih lengkap istilah tersebut setelah ada Bakdo atau Bodho Lebaran ada Bakdo atau Bodho Syawal. Bakdo merupakan bahasa dari istilah Bodho yang lebih halus, seperti kata Dhahar dibanding dengan kata Mangan yang maknanya makan.

Bengkulu-mbah-harjo-bikin-kupat-2018-06-14 at 122402
Membuat ketupat (kupat) Pakdhe Hardjo Muko-muko Bengkulu, Sumatera (Kissparry)

Bakda Syawal (Syawalan) dilakukan 7 hari setelah Bakda Lebaran (Idul Fitri). Biasanya disajikan Kupat atau Ketupat dan Lepet.

Dibeberapa tempat syawalan juga identik dengan apem, dan karena apem inilah kemudian ada yang menyelenggarakan grebeg syawal dengan pesta apem, yakni dengan berebut apem.

Apem sendiri adalah makanan yang terbuat dari adonan tepung (terigu, beras) diberi bahan pengembang, kadang ada yang memberi tambahan rasa pengharum atau vanili, kemudian di kukus atau dipanggang dengan alat penanak apem. Bentuk apem biasanya bulat, dan ada yang menyebutnya pancake.

Baca juga : Padang Bulan, Lirik Lagu Islami

Saat syawalan atau kupatan disamping ada kupat kebanyakan warga masyarakat juga membuat lepet. Terkadang membuat atau menyajikan kupat dan lepet tanpa apem, atau ketiganya.

Bukan saja kupat, lepet, dan apem saja, acara syawalan dibeberapa tempat juga disajikan aneka buah-buahan dan makanan lainnya, sebut saja di Klaten, acara syawalan sangat meriah karena ribuan orang akan berebut ribuan ketupat yang disusun dalam gunungan yang sebelumnya diarak keliling kampung.

Ribuan ketupan tentu disusun menjadi puluhan gunungan, yang bersamaan itu juga disediakan gunungan yang berisi aneka buah dan sayur mayur. Setelah berebut kupat, ada yang disantap di tempat dan ada pula yang dibawa pulang.

Meskipun ada yang merayakan kupatan (bodho kupat), namun biasanya sudah ada yang membuat kupat saat lebaran, termasuk Kissparry (Semarang) juga sudah menyajikan kupat dan lontong saat lebaran.

Kupat atau lontong di makan bersama sayur opor atau sambal goreng, terasa nikmat sekali, boleh dicampur keduanya. Apem juga demikian ada sebagian warga yang membuat apem saat lebaran.

Di Kaliwungu Kendal beda lagi, tradisi syawalan lebih meriah lagi karena disana hadir pasar tiban siang dan malam. Dijual aneka jajanan, makanan, pakaian, bahkan ada permainan seperti komedi putar, tong setan, dan lain-lain.

Lain lagi ketika syawalan di Pekalongan, Kudus, Demak, dan lain-lain. Khusus didaerah kami dulu (Boyolali), apem dibuat/disajikan saat lebaran, sedangkan kupat dan lepet disajikan/dibuat saat kupatan.

Apem, beda atau sama, Pancake

Berbicara apem ada yang menyebut pancake, makanan ini sangat khas, bentuknya bulat, proses pembuatan seperti membuat roti, tetapi apem dipanggang diatas wajan dengan olesan sedikit minyak goreng atau mertega.

Kekhasan itu kalau apem ini sudah tidak panas atau hangat dan dingin, ketika kondisi dingin agak bantat (mengeras). Untuk membikin lembek lagi perlu di kukus ulang. Inilah bedanya dengan pancake.

apem-boyolali
Apem Boyolali

Apem terbuat dari adonan tepung terigu atau tepung beras, diberi bahan pengembang roti, diberi sedikit garam dan gula, diaduk rata dengan sedikit air. Bila telah jadi adonan, terkadang diberi tambahan rasa pewangi (vanili), atau kalau mau alami diberi pandan wangi (pandan wangi ditumbuk diambil airnya).

1746297balik-apem780x390
Apem dibalik dari panggangnya (kompas)

Lepet

Bakal lepet atau slongsong lepet tidak banyak bentuknya. Lepet dibuat dari janur kuning dengan bentuk semi bulat lonjong, didalamnya diisi dengan adonan beras ketan dan santan kelapa.

Lepet_nia
Lepet (foto Nia)

Apabila kupat dibuat dari janur dengan dianyam sedangkan lepet dibuat dari janur hanya dilipat-lipat dan setelah diisi dengan beras ketan, lipatan janur diikat. Kemudian dimasak kedalam wadah yang berisi air, dimasukkan kedalamnya.

Ketupat atau Kupat

Bakal kupat atau slongsong dibuat dengan berbagai macam bentuk atau variasi. Kupat dibuat dari janur kuning atau janur hijau, dan bisa dicampur keduanya janur kuning dan janur hijau, namun untuk mudahnya biasanya hanya yang kuning saja atau yang hijau saja, dan kebanyakan janur yang masih kuning.

Janur dan slongsong kupat-Maryadi-Twsari
Janur kuning dan Slongsong Kupat (foto Maryadi Boyolali – Kissparry)

Orang-orang di desa kebanyakan membuat slongsong kupat sendiri, meskipun juga ada yang membeli dari pasar, karena di pasar juga banyak pedagang yang menjual slongsong kupat. Bahkan sudah ada yang menjual kupat yang sudah masak, sehingga tidak perlu memasak sendiri. Kissparry Semarang juga membeli kupat yang sudah masak.

Slongsong kupat, untuk menjadi kupat yang siap disantap, harus diproses lebih lanjut, yakni slongsong kupat dimasuki beras yang sudah bersih kira-kira setengahnya dari besarnya slongsong, kemudian direbus hingga beras mengembang memenuhi besarnya slongsong kupat, yang dibutukan untuk merebus kupat waktunya kurang lebih 3 jam hingga 5 jam, dan setelah masak jadilah kupat.

Cara merebus, masukkan slongsong kupat yang sudah diisi dengan beras ke dalam wadah (dandang/panci besar) kemudian air dimasukkan kedalam wadah hingga kupat terendam semua. Besarnya tempat menanak kupat menyesuaikan jumlah kupat yang akan direbus/dimasak. Kemudian nyalakan api dibawahnya.

Menanak kupat dengan kayu bakar akan lebih cepat daripada menanak kupat dengan kompor gas. Dan lamanya proses menanak kemungkinan besar air didalam wadah akan menguap, sehingga sekiranya airnya berkurang maka air harus ditambah dengan air yang hangat.

Kupat atau ketupat yang telah siap disantap seperti gambar dibawah ini, berarti kupat telah masak. Sebelum disantap kupat karus diangkat dari wadah atau dandang dan digantung disuatu tempat hingga kadungan airnya mengering, dan kupat juga tidak terlalu panas.

Kupat-Sunaidi
Ketupat pengeringan setelah di rebus (foto Sunaidi Tawangsari – Kissparry)
Ketupan ala Sumber Lawang Sragen masih panas baru masak persiapan kupatan
Ketupat masih panas baru masak, siap di santap, Mbah Wage Putri, Sumber Lawang – Sragen – Solo (foto Iin Kissparry Weanind)

Kupat-sambel-pecel-krupuk-sumber-lawang-Sragen
Kupat, sambel pecel, plus krupuk, ala Sumber Lawang Sragen (dok Iin Kissparry)

Ternyata tradisi kupat di Sragen, kupat dimakan bersama sambel pecel dan krupuk, makan sambil lesehan, wah… katanya juga enak banget.

lanjutkan membaca, Pages 2, Peran Sunan Kalijaga


2 thoughts on “Tradisi Syawalan (Kupatan) di Kalangan Masyarakat Jawa

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Kissparry

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Kissparry

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca