Tayang ulang jelang MILAD 21 PATRI, Lini masa | ADA PATRI, MENGAPA?đź•‘

Beberapa tahun sebelum lahirnya PATRI (2004), saya pernah minta pendapat salah seorang pejabat di Kementerian Transmigrasi (Departemen Transmigrasi saat itu).

“Pak, bagaimana kalau kami anak transmigran membuat organisasi tingkat Nasional?”

Niat bertanya itu terpicu saat ada rombongan demonstran transmigran asal Kalimantan Barat. Terombang-ambing kasus lahan. Saya sedih melihatnya. Mereka ada yang masak sambil menggendong anaknya. Bahkan tidurnya juga dilantai gedung utama kantor Departemen Transmigrasi Kalibata, di bawah tangga ruang kerja Menteri.

Apa jawabnya? “Ga perlu dik. Gabung saja dengan ormas (organisasi kemasyarakatan) yang sudah ada”.

Saya termenung. Lama memikirkan dan mencari jawaban. Ormas apakah yang sejalan dengan transmigran, bisa mewadahi, dan bisa menyalurkan aspirasinya?

Awalnya saya terpikir. Mungkin untuk kasus lahan bisa bergabung dan minta tolong kepada lembaga bantuan hukum. Tapi, masalah transmigran bukan hanya lahan dan hukum saja. Bagaimana jika berkaitan dengan ekonomi, seni budaya, pendidikan, dan lainnya? Apakah komunitas Transmigran harus berserakan menumpang menjadi anggota diberbagai ormas?

Tiba kemudian, pada takdir Allah. Awal Februari 2004, sahabat lama dari Kalimantan Barat mengajak membentuk ormas yang berbasis masyarakat transmigrasi. Era reformasi memberikan peluang luas lahirnya aneka macam ormas.

Dalam sebuah pertemuan di hotel Santika Jakarta Barat, dan berlanjut di Kantor Kementerian Transmigrasi di Kalibata, berdirilah organisasi PATRI. Hari itu, tanggal 16 Februari 2004. Betapa bahagianya hati ini ketika akhirnya punya rumah ormas sendiri. PATRI.

Saya usulkan nama dan logo PATRI, dari beberapa nama yang juga diusulkan peserta rapat. Alhamdulillah, disepakati. Perhimpunan Anak Transmigran Republik Indonesia, disingkat PATRI.

Ada yang bertanya. Mengapa nama organisasinya anak transmigran? Bukan organisasi warga Transmigran saja? Ya, saya jawab. Karena orang tua Transmigran menurut peraturannya dibina 5 tahun. Setelah itu menjadi warga biasa. Sehingga, setelah 5 tahun sebutannya bukan warga trans lagi. Harusnya begitu. Tetapi realitas berbeda. Seperti contoh kejadian demo tanah di atas. Status lokasinya sudah lama diserahkan kepada pemda, tetapi realitas hak tanahnya belum dituntaskan.

Mengapa bernama PATRI, dan dengan lambang berupa rumah transmigran? PATRI identik dengan soder. Soder atau patri adalah perekat timah. Biasanya digunakan untuk menyambung barang yang bocor dan retak. Rumah transmigran? Ya. Karena kita memang pernah tinggal di rumah itu. Rumah transmigran, walaupun tampak satu bangunan, faktanya terbuat dari berbagai bahan pembentuknya. Ada atap, dinding, fondasi, jendela, dan pintu. Sama seperti yang terjadi pada masyarakat transmigran. Aneka asal-usulnya.

Dengan adanya PATRI, maka anak trans yang berasal dari berbagai profesi, agama, suku, bahasa, dan budaya berbeda bisa bergabung. Yang berprofesi guru, tidak harus terikat PGRI. Demikian pula yang petani, tidak harus di HKTI. Yang buruh, tidak harus SPSI. Dan seterusnya.

Setelah wadah itu terbentuk, maka bergabunglah anak keturunan transmigran. Baik trans pendatang, tempatan, swakarsa, romusha, koeli kontrak, repatrian, dan lainnya. Perlahan, tapi pasti. Kita satukan tekad menguatkan basis komunitas sambil membangun dan merekatkan anak-anak negeri.

KoDe, 04.01.2018
Hasprabu

https://www.facebook.com/share/p/1AHXUdf9ew

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.