Liburan Mencari Keong Tutut, Menikmati Bunga Indah ke SP-8 Masni Manokwari

Weekend silakan menyempatkan diri untuk berakhir pekan di SP 8 Masni Manokwari, berburu keong Tutut, bunga-bunga indah, dan jeburan di sungai jernih kebiruan.

Masni SP 8, daerah transmigrasi yang jaraknya tidak jauh dari pusat Kota Manukwari, hanya sekitar 2 jam berkendara, untuk ukuran Papua ini masih lumayan dekat. Maklumlah, pulau Papua merupakan pulau terbesar di Indonesia, memiliki budaya yang terbanyak juga.

Jalan menuju ke Masni cukup mulus. Tidak ada lagi jalan atau jembatan yang rusak terutama di jalan poros, kecuali pas masuk SP 7 dan SP 8 jalannya malah rusak semua.

Mungkin akan ada yang bertanya: Kan ini masa pandemi, dimana semua orang harusnya di rumah aja. Kok sempat jalan-jalan? Kami semua cukup menjaga diri selama ini dan tidak banyak berinteraksi dengan orang luar selain kami sendiri. Ke Masni kebetulan punya teman yang rumahnya dapat kami singgahi, Kami juga pergi mengendarai kendaraan pribadi.

Jangan khawatir bagi Anda yang tidak punya kenalan, di sekitar sini tersedia penginapan atau losmen dengan berbagai fasilitas.

Bunga eceng gondok yang sedang mekar (dok. JelajahPapua.Wordpress)

Ngapain saja di Masni? Eh SP 8 maksud saya. meski hanya semalam disana, paling tidak beberapa hiburan kami dapatkan. Termasuk berkesempatan melihat kondisi kehidupan warganya.

Jadi SP 8 ini menurut saya agak berbeda dengan SP lainnya. Entah karena jaraknya yang lebih jauh atau apa tapi dibangdingkan dengan SP 1-7 sedikit ketinggalan dari segi infrastruktur dan perkembangan wilayah.

Dari bincang-bincang singkat dengan seorang warga, SP 8 ini dihuni oleh 2 kelompok suku berbeda. Suku Jawa dan Suku Timor, mereka semua adalah transmigrasi awal tahun 1980-an. Jadi saat ini sudah menjadi perkampungan.

Sejak kedatangan mereka, yang dari timor menanam beberapa komoditi yang sudha biasa mereka tanam di daerah mereka tapi dengan program pemerintah beberapa diantaranya diganti. Salah satunya adalah Padi.

Dari pengamatan kami selama di sana banyak sawah yang terlantar dan dibiarkan tidur. kendalanya adalah irigasi yang tidak memadai. Saya melihat ada saluran irigasi yang baru saja dikerjakan. Mungkin ini akan membangunkan sawah yang sudah tidur panjang.

Selain Irigasi, modal untuk mengelola sawah juga terbatas. Kendala benih hingga peralatan mengelola sawah. Tentunya ada unsur pengetahuan juga yang mungkin saja masih kurang.

Misal bagaimana mengatasi hama. Ada banyak keong mas yang hidup didaerah sekitar saluran air hingga sawah yang masih eksis. Selama ini petani disana mengandalkan obat pembasmi keong untuk memerangi para keong agar padinya tidak dimakan saat baru ditanam.

Padahal hal ini bisa diatasi dengan mengontrol air dalam sawah saat baru menanam. Keong-keong ini juga bisa membantu membasmi gulma, ketika gulma mulai tumbuh beberapa minggu setelah padi ditanam.

Hal lainnya adalah keterbatasan benih. Semestinya setiap musim panen padi, bibit unggul atau paling tidak sebagian dari hasil panen sudah disisihkan untuk dijadikan benih musim tanam berikutnya jadi tidak perlu keteteran saat musim tanam tiba dengan benih.

Selain sawah, kebun juga bisa jadi alternatif lain. karena banyak sawah yang tidak digarap yang harusnya juga bisa dikonversi menjadi kebun. Mungkin karena penduduk banyak memelihara sapi yang bisa mengganggu kebun sehingga lahan yang ada dibiarkan saja dan jadi daerah tempat merumput sapi yang sengaja dilepas oleh pemiliknya.

Lahan tidak digarap sebagai tempat merumput sapi

Ketemu Keong sawah aka Tutut

Ketika pagi hari kami jalan-jalan ke saswah, kami melihat keong sawah di saluran air yang kami lewati. Senang dong pastinya, saya waktu kecil sering sekali ke sawah dan memanen keong sawah untuk dijadikan lauk. Buat saya ini salah satu keong yang rasanya sangat lezat . Cukup dengan rebusan air serai dan bawang ditambah garam sudah bisa menghabiskan sebakul nasi.

Jadilah saat dalam perjalan pulang kami berburu keong Tutu. Dari hasil menyusuri saluran air, kami bisa mengumpulkan lebih dari 2 kg Tutu. Lucunya, masyarakat disana tidak banyak yang menyadari keberadaan si keong sawah ini. Banyak yang menyangka jenisnya sama dengan keong mas.

Nyebur di Kali Biru

Tak jauh dari dari pemukiman warga ada sebuah sungai kecil yang mengalir diantara kebun sawit. Airnya jernih dan sedikit tampak kebiru-biruan. Meski tidak sebiru Kali Biru di Sorong Selatan, di Raja Ampat atau di Jayapura tapi paling tidak ini cukup untuk jadi tempat cooling down. Terlebih Masni terletak dekat dari pantai jadi suhu pada siang terik cukup panas.

Saat ini Kali Biru ini jadi spot wisawa warga Masni yang lagi In. Bahkan banyak yang belum tahu lokasinya.

Satu hal lagi yang saya suka jika berkunjung ke daerah Masni adalah mampir di di SP 2 untuk membeli beras. Disana ada kelompok tani yang menjual beras produksi setempat. Berhubung bulan lalu, mereka baru habis panen, jadilah kami mampir untuk membeli beras. Selain berasnya fresh (meski tidak terjamin organik) toh beras dari pasar atau super market di kota juga tidak jelas asal usulnya. Harganya di kampung ini juga lebih murah.

diunggah oleh Eswede Weanind
editor Eswedewea

sumber utama dan telah terbit di blog Jelajag Papua (WordPress) dengan judul Liburan Ala-ala ke Masni

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Kissparry

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Kissparry

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca