Umbi Porang Jadi Komoditas Primadona Mendatang, karena Ini

Porang akhir-akhir ini namanya menjadi trend sejak Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo melepas ekspor sebanyak 60 ton atau setara 1,2 milyar ke negeri China.

Tanaman porang, seperti halnya dengan tanaman umbi-umbian lain mengandung karbohidrat, mengandung lemak, protein, mineral, vitamin dan serat pangan. Karbohidrat merupakan komponen penting pada umbi porang yang terdiri atas pati, glukomannan, serat kasar dan gula reduksi.

Sulawesi Selatan termasuk salah satu daerah yang gencar dalam mengembangkan tanaman Porang. Usai mengunjungi pabrik pengolahan talas satoimo PT Tridanawa Perkasa Indonesia (TPI) Makassar Ketua Tim Penggerak PKK Sulawesi Selatan, Lies F Nurdin, langsung meninjau pusat pengembangan tanaman porang di Baddoka.

Tanaman umbi Porang dengan tumpang sari (dok. Habib Porang Borneo)

Tanaman porang akhir akhir ini cukup populer karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Lies F Nurdin, mengatakan, “Tanaman porang sangat bermanfaat, namun sebagian masyarakat belum familiar dengan jenis tanaman ini“ kata Lies.

“Porang ini banyak diminati Cina dan Jepang. Makanan yang low karbohidrat, sehingga sangat bagus untuk penderita diabetes,” lanjutnya.

Di lokasi yang sama, Kepala Dinas Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Sulsel, Andi Ardin Tjatjo, menjelaskan, talas satoimo dan porang akan dikembangkan menjadi komoditi ekspor. Selain itu, juga bisa menjadi sumber ketahanan pangan keluarga.

Namun, masih perlu dikembangkan secara lebih luas. Khusus porang, sentranya ada di sepuluh kabupaten. Seperti Bone, Soppeng, Wajo, Pinrang, dan hampir semua daerah di Luwu.

“Untuk talas satoimo produksinya belum besar. Baru sekitar 20 hingga 30 hektare per kabupatennya. Sedangkan porang sudah berkembang baik, karena hampir semua kabupaten sudah menanam,” jelasnya.

Terkait harga porang, tambahnya, cukup kompetitif. Saat ini sekitar Rp 9 ribu per kilogram. Jika populasinya dalam satu hektare, 40 ribu, dan satu tanaman menghasilkan 2 kilogram, maka hasilnya Rp 720 juta diperoleh dalam delapan bulan.

Umbi porang hasil panen (dok. Habib Porang Borneo)

Terpisah, Direktur Aneka Kacang dan Umbi Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Ir Amiruddin Pohan mengatakan, tanaman porang sebenarnya bukan jenis tanaman pangan yang baru di Indonesia.

“Sebenarnya, tanaman Porang sudah bertahun-tahun di tanam masyarakat. Tapi, baru kali ini, pemerintah hadir untuk meningkatkan produksi karena pasar sudah jelas,” ungkap Amiruddin..

Ia menegaskan, Porang memiliki potensi sebagai tanaman ekspor, yang sampai saat ini bahan bakunya masih sangat kurang.

Menurutnya, kran ekspor terhadap Porang terbuka lebar saat ini. “Untuk sementara, yang diekspor itu berbentuk chips dan tepung,” katanya.

Ia berharap, komoditi ini menjadi sumber ekonomi baru bagi petani. Khususnya di Sulsel, terang Amiruddin.

Di Jakarta Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menjelaskan bahwa ekspor sektor tanaman pangan tahun 2019 mencapai 200 ribu ton, senilai Rp 2 triliun.

Kacang hijau yang masa tanamnya singkat, sekitar 2 bulan, adalah salah satu komoditas tanaman pangan yang menjadi favorit untuk diekspor. Jumlahnya mencapai 33 ribu ton.

“Selain itu ada Porang, jumlahnya mencapai 11 ribu ton,” ungkap Suwandi.

Potensi ekspor dari sektor tanaman pangan masih terbuka dan memiliki ceruk pasar yang besar. Lebih lanjut, Suwandi menjelaskan bahwa Porang salah satu produk Tanaman Pangan yang mempunyai potensi besar dan menjanjikan untuk bisa dikembangkan di pasar internasional.

Sesuai dengan arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dengan program Gratiek.

Sementara, Direktur PT Satoimo, Arifuddin, selaku pihak yang mengembangkan tanaman porang, menilai, tanaman ini akan menjadi komoditi primadona.

Alasannya, pemeliharaan porang tidak serumit komoditi lain dan harganya cukup bagus. Walaupun masa panennya cukup lama, bisa setahun hingga dua tahun.

Pasarnya saat ini, khusus di Makassar, sudah ada empat hingga lima pabrik yang siap membeli porang. Sehingga, tidak perlu ada kekhawatiran mengenai masalah pasar.

“Kita berharap pemerintah bisa membuat produk yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat kita sendiri. Jangan hanya di ekspor ke Cina, Korea, dan Jepang.

Porang memiliki serat yang sangat tinggi, dan karbohidratnya rendah. Beras porang itu namanya siratake, harganya seratus ribu rupiah per kilo,” bebernya. (322)

Disamping di Sulawesi, masyarakat Sumatera dan Kalimantan juga mengembangkan porang, sebut saja Komunitas Akar Tani Mandiri (ATM) dan Habib Porang Borneo.

Sumber: Mentan (pertanian.go.id), ATM dan Habib Porang Borneo

Kissparry

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Kissparry

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Kissparry

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca