Mana Mak (Cerpen dari Ranah Melayu)

Beberapa tahun kemudian

Mana Mak? (gambar izanbahdin.blogspot.com)

Mak Uda tanya Gadang, Angah, Atiak, Alang, Kicik dan Adik: “Mana Mak?”. Hanya Adik yang jawab, “Mak sudah tak ada.”
Gadang, Angah, Atiak, Alang, Kak Cik dan Adik tidak sempat melihat Mak waktu Mak sakit.


Dalam isakan tangis, Gadang, Angah, Atiak, Alang, Kak Cik dan Adik merangkul kuburan Mak.

Hanya batu nisan yang berdiri tegak. Batu nisan Mak tidak bersuara. Batu nisan tidak ada tangan seperti tangan Mak yang selalu memeluk erat anak-anaknya apabila anak-anak datang menerpa Mak semasa anak-anak Mak kecil dulu.

Mak pergi ketika Gadang, Angah, Atiak, Alang, Kicik dan Adik berada jauh di kota. Kata si Gadang, Angah, Atiak, Alang, Kicik dan Adik mereka tidak dengar handphone berbunyi ketika ayah menelepon mereka yang memberitahukan bahwa Mak sakit keras.

Mak faham, mata dan telinga anak-anak Mak adalah untuk orang lain bukan untuk Mak.

Hati anak-anak Mak bukan milik Mak lagi. Hanya hati Mak yang tidak pernah diberikan kepada sesiapa, hanya untuk anak-anak Mak. Mak tidak sempat merasa diangkat di atas bahu anak-anak Mak. Hanya bahu ayah yang sempat mengangkat jenazah Mak dalam hujan renyai.

Ayah sedih sebab tidak ada lagi suara Mak yang akan menjawab pertanyaan Ayah,
“Mana Gadang?” , “Mana Angah?”, “Mana Atiak?”, “Mana Alang?”, “Mana Kicik?” atau “Mana Adik?”. Hanya Mak saja yang rajin menjawab pertanyaan ayah itu dan jawaban Mak memang tidak pernah salah.

Mak senantiasa yakin dengan jawabannya sebab Mak memang tahu di mana anak-anaknya berada pada setiap saat. Anak-anak Mak senantiasa di hati Mak tetapi hati anak-anak Mak ada orang lain yang mengisinya.

Ayah sedih.
Di tepi kubur Mak, Ayah bermonolog sendiri, “Mulai hari ini tidak perlu bertanya lagi kepada Gadang, Angah, Atiak, Alang, Kicik dan Adik: “Mana mak?” ”

Mobil merah Atiak bergerak perlahan membawa Ayah pulang. Gadang, Angah, Alang, Kicik dan Adik mengikuti dari belakang. Hati ayah hancur teringat hajat Mak untuk naik mobil merah Atiak tidak kesampaian.

Ayah terbayang kata-kata Mak malam itu, “Bagus sekali mobil Atiak, kan Bang? Besok-besok Atiak bawalah kita jalan-jalan ke Danau Maninjau. Saya akan buat goreng pisang dan ketan buat bekal.”

“Ayah, Ayah….bangun.” Suara Atiak memanggil ayah.
Ayah pingsan sewaktu turun dari mobil Atiak.
Terbata-bata ayah bersuara, “Mana Mak?”
Ayah tidak mampu berhenti menanyakan hal itu hingga ke akhir hayatnya…

***- tamat -***

Subhanallah..
Jauhkanlah kami dari sikap yang timbul atas kesibukan duniawi hingga kami melupakan orang-orang yang paling mencintai kami Yaa Allah..Ya Rabb.. AAMIIN.
“Rabbighfirli waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani shaghiran”
Artinya : “Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan dosa ayah serta ibuku, kasihanilah mereka sebagaimana kasih mereka padaku sewaktu aku masih kecil”

Cerpen: Mana Mak?
Oleh: Asrul Agin

Referensi
-Padli Madjid WA Trans Sumsel
-www.yarjohan.com/2017/01/mana-mak
-https://sunaryowildan.blogspot.co.id (LK)

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Kissparry

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Kissparry

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca