Malam Lailatul Qadar, Inilah Ketentuan dan Tandanya, Penting!

Umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, biasanya menantikan kehadiran malam Lailatul Qodar, suatu malam nilainya 1000 bulan.

Malam lailatul qadar yang memiliki 1000 keistimewaan itu menjadi misteri bagi setiap hamba yang mencari dan menanti kehadirannya, hanya sedikit orang yang dapat menemukannya, seakan malam lailatul qadar menjadi rahasia Allah SWT semata, dan hanya hamba-hambaNya tertentu yang dikehendaki untuk menemukannya. Seperti dikutip dari NUOnline (nu.or.id).

Ketentuan Waktu

Mengenai ketentuan waktu kapan malam qadar itu terjadi, tidak ada ketetapan secara pasti dalam tanggal-tanggal Ramadhan. Akan tetapi kalau dianalisa dan difahami dari surat al-qadar tersebut akan dikaitkan dengan surat al-Baqarah, 

أَشَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِى اَنْزَلَ فِيْهِ الْقُرْاَنُ هُدًى للِّنَّاسِ وَبَيِنَتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةُ مِنْ اَيَّامٍ اُخَرَ يُرِيْدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوْا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَاهَدَىكُمْ وَلَعَلَكُمْ تَشْكُرُوْنَ

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).

karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. al-Baqarah, 2: 185)

Tetapi malam lailatul qadar menjadi kesepakatan ulama, bahwa malam istiwema itu ada dalam satu diantra malam-malam bulan Ramadlon, dan pendapat ulama yang kuat mengatakan; malam lailatul qadar itu terjadi salah satu diantara malam-malam ganjil sepuluh hari terakhir bulan ramadlon (21, 23, 25, 27, dan 29).

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا اَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرُّوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الْاَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ 

Dari Aisyah r.a, ia menuturkan, “sesungguhnya Rasulullah s.a.w, bersabda: “carilah malam qadar pada malam-malam ganjil pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan”. (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari:1878 dan Muslim: 1998)

اِلْتَمِسُوْهَا فِى الْعَشْرِ الْاَوَاخِرِ يَعْنِي لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَاِنْ ضَعُفَ اَحَدُكُمْ اَوْ عَجَزَ فَلَا يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِي 

“Carilah lailatul qadar pada sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan . bila salah seorang diantaramu merasakan lemah atau lelah, maka jangan kamu kalah dalam mencarinya pada tujuh malam terakhir (bukan Ramadhan)”. (Hadits Shahih, riqayat Muslim: 1989)

Dan diantara pendapat-pendapat di atas yang lebih masyhur adalah malam ke-27 bulan ramadlon itulah turunnya lailatul qadar, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan Imam Ahmad dengan sanad shahih:

عَنِ ابْنِ عَمْرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : مَنْ كَانَ مُتَحَرِّيْهَا فَلْيَتَحَرَّهَافىِ لَيْلَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ 

Dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW, bersaabda: barang siapa mencari malam lailatul qadar, maka seyogyanya mencari pada malam ke-27 bulan ramadhan (Hadits Hasan, riwayat Ahmad:4577).

Ubay bin Ka’ab r.a, juga meriwayatkan bahwa malam qadar jatuh pada tanggal 27 Ramadhan:

عَنْ اُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ

Dari Ubay bin Ka’ab r.a, ia berkata: “malam Qadar adalah malam tanggal 27 (ramadhan)”. (Hadits Hasan, riwayat Ahmad:20265)Riwayat ini didukung pula oleh hadits Zar bin Hubaisy yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

قَالَ اُبَيّ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَاللهِ اِنِّي لَا اَعْلَمُهَا قَالَ شُعْبَةُ وَاَكْبَرُ عِلْمِي هِيَ اَللَّيْلَةُ الَّتِي اَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقِيَامِهَا هِيَ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ 

Ubay bin Ka’ab berkata tentang malam Qadar: “demi Allah sungguh aku mengetahuinya, syu’bah r.a, berkata: “pengetahuanku yang paling utama adalah tentang suatu malam yang Rasulullah s.a.w, memerintahkan kepada kami untuk menghidupkannya (malam qadar) adalah malam tanggal 27 (Ramadhan)”. (Hadits Shahih, riwayat Muslim:2000). 

(tebuirengOnline)

Bagaimana kita bisa mengenali Lailatul Qodar? 

Imam Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi, meriwayatkan, Rasulullah SAW menerangkan, tanda-tanda Lailatul Qodar itu antara lain suasana malam itu terasa jernih, terang, tenang, cuaca sejuk, tidak terasa panas, tidak juga dingin. Pada pagi harinya matahari terbit dengan jernih, terang-benderang, tanpa tertutup awan. Seperti dikutip dari risalahislam.com.

Namun demikian, tanda yang paling jelas tentang kehadiran Lailatul Qodar bagi seseorang adalah kedamaian dan ketenangan batinnya, sehingga benar-benar menikmati kedekatan dengan Allah melalui amal ibadah pada malam itu. 

Teknik “perburuan” yang dicontohkan Rasul adalah dengan melakukan i’tikaf di masjid dalam sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Demi menggapai Lailatul Qodar itu, umat Islam diizinkan untuk hidup seperti pertapa, mengurung diri di dalam masjid, menyibukkan diri dengan sholat, dzikir, doa, mengkaji Alquran dan Sunnah, serta menjauhi segala urusan duniawi.

Sebenarnya, seluruh malam bulan Ramadhan adalah waktu untuk mendapatkan Lailatul Qodar itu. “Perburuan” terhadap malam kemuliaan itu hendaknya dilakukan sejak malam pertama bulan Ramadhan. Tak sehari pun berlalu tanpa amal shalih. 

Ibarat seorang pesepakbola profesional yang terus berlatih dan bermain, setiap hari, minimal untuk menjaga kondisi tubuh dan teknik memainkan bola, meski tidak ada pertandingan resmi.

Atau ibarat sebuah tim sepakbola yang harus melalui babak penyisihan dengan baik. Memandang setiap pertandingan sebagai final. Hanya tim terlatih dan terbaik yang bisa meraih juara.

Dengan demikian, Lailatul Qodar hanya akan ditemui oleh mereka yang mempersiapkan diri dan menyucikan jiwa guna menyambutnya. Kebaikan dan kemuliaan yang dihadirkan oleh Lailatul Qodar hanya akan diraih oleh orang-orang tertentu yang berakhlak mulia dan memuliakan hari-harinya dengan menjalankan syariat Islam.

Jika kita ditakdirkan Allah menemui Lailatul Qodar, doa pertama yang dipanjatkan adalah “Ya Allah, sesungguhnya Engkau maha pemaaf, suka memaanfkan, maka maafkanlah kesalahanku” (Allahumma innaka ‘afuwun tuhibul afwa fa’fu ‘anni).

Itulah yang diajarkan Rasulullah kepada Aisyah ketika ia bertanya: “Wahai Rasulullah, bila aku ketahui kedatangan Lailatul Qodar, apa yang mesti aku ucapkan”? (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi).

Orang yang menemui Lailatul Qodar akan berubah kehidupannya menjadi jauh lebih baik. Para malaikat yang menemu jiwanya malam itu, akan tetap hadir memberikan bimbingan dalam mengarungi samudera kehidupan hingga akhir hayatnya. 

Dengan hadirnya “semangat kebaikan” yang dibisikkan malaikat itu, bisikan nafsu dan syetan yang hadir dalam jiwa setiap manusia akan terpinggirkan. Ia takkan mampu menembus dinding tebal bisikan kebaikan malaikat.

Singkatnya, orang yang jiwanya dikendalikan bisikan malaikat, yang fondasinya tertanam pada malam Lailatul Qodar, jiwanya selalu terdorong untuk melakukan kebaikan.

Pandangan demikian mendapatkan “pembenaran sejarah”. Kita tahu, Lailatul Qodar yang ditemui Muhammad SAW pertama kali adalah ketika beliau menyendiri di Gua Hira, merenung tentang kondisi diri sendiri dan masyarakat. 

Saat kebeningan hati tercipta, turunlah “Ar-Ruh” (Malaikat Jibril) membawa wahyu, sehingga terjadilah perubahan total dalam perjalanan hidup Muhammad SAW dan umatnya.

Tanda-tandanya

Menurut Imam al Ghazali cara untuk mengetahui Lailatul Qadar bisa dilihat dari permulaan atau malam pertama Bulan Ramadan:

  1. Jika hari pertama jatuh pada malam Ahad atau Rabu, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam tanggal 29 Ramadan,
  2. Jika malam pertama jatuh pada Senin , maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 21 Ramadan
  3. Jika malam pertama jatuh pada hari Kamis, maka Lailatul Qadar jatuh pada tanggal 25 Ramadan.
  4. Jika malam pertama jatuh pada hari malam Sabtu, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 23 Ramadan
  5. Jika malam pertama jatuh pada Selasa dan Jum’at, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 27 Ramadan.

Selain itu, Abdurrahman as Shafuri dalam kitabnya, “Nuzhat al Majelis” berkata, “Dan yang aku lihat dari Shohib at Tanbih, sesungguhnya dia berkata: “Lailatul Qadar itu terdiri dari 9 huruf. Allah SWT dalam surat al Qadr menyebutnya sebanyak 3 kali. Kemudian 9×3 = 27, maka hal ini menunjukkan bahwa Lailatul Qadar jatuh pada malam tanggal 27 Ramadan. Pendapat ini adalah yang dikatakan oleh sahabat Ibnu Abbas.

Dalam hal ini Rasulullah memberi tanda-tanda datangnya Lailatul Qadar diantaranya udara dan angin sekitar terasa tenang.

Sebagaimana hadis dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda, “Bahhwa Lailatul Qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, cuaca cerah tidak terlalu panas, juga tidak terlalu dingin, pada pagi hari matahari bersinar begitu cerah dan nampak kemerah-merahan. (HR. al Baihaqi).

Begitulah Rasulullah dan para ulama memberikan gambaran tentang malam yang lebih baik dari seribu bulan ini. Tinggal kemauan dan usaha keras kita untuk menggapainya dengan meningkatkan ibadah kepada Allah. Menyiapkan kebutuhan untuk lebaran tidak dilarang, justru bisa saja menjadi amal baik bagi kita.

Namun, perlu timing dan porsi yang efektif dan efisien. Misalkan jauh-jauh hari sebelum sepuluh hari terakhir Ramadan, sudah memenuhi semua kebutuhan, seperti baju dan makanan suguhan. Sehingga 10 hari terakhir menjadi waktu bermanja ria bersama Allah dan menggapai malam-Nya yang mulia.

Penting!

Kadangkala awal puasa yang berbeda antara kelompok satu dengan yang lainnya, dan itulah maka persepsi tanggal genap dan ganjil akan berbeda pula, oleh sebab itu sebaiknya tidak mengkultuskan antara tanggal ganjil dan tanggal genap. Jadi, sebaiknya jangan pilah-pilih tanggal. Atau menggunakan yang diumumkan pemerintah setempat.

Seharusnya sepanjang Ramadhan, kualitas dan kuantitas ibadah kita semakin meningkat daripada sebelumnya.

Jika hal itu belum terlaksana, maka sepertiga terakhir Ramadhan harus menjadi momentum spesial bagi kita untuk bersimpuh dan bermunajat kepada-Nya dengan lebih intensif tanpa mempedulikan apakah tanggal ganjil ataukah genap.

Semoga kita bisa menggapai Lailatul Qadar dan menjadikannya sebagai momen mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Aamiin. Wallahu A’lam bish-shawab.

Semoga bermanfaat.

diunggah: Kissparry (diolah dari berbagai sumber)
editor: Eswedewea

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Kissparry

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Eksplorasi konten lain dari Kissparry

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca