Sabarnya Hati Jawi, sabar ditinjau dari pemahaman budaya Jawa (Jawi), tulisan dari Drs. Daryono, M.S.I. merupakan seri Ngelmu Metani, yang gaya penulisannya masih seperti seri sebelumnya. Anda pasti pernah mendengar ungkapan alon-alon waton kelakon, namun Anda perlu membaca artikel ini secara tuntas.
Ngelmu Metani merupakan pengetahuan untuk introspeksi diri berbagai pemahaman terutama tentang budaya Jawa. Jadi didalamnya ada kritik, koreksi diri sekaligus memberikan pemahaman baru sesuai konteks, dalam hal ini tentang sabar.
Caranya memang benar, yaitu dengan memilah atau memilih (metani) berbagai istilah dengan beserta pemahamannya.

Sabarnya Hati Jawi
Sabar berarti memiliki nafas yang panjang dalam kesadaran selalu mempertimbangkan setiap perbuatan.
Ia maju dengan hati-hati tidak tergesa-gesa (ora grusa-grusu), dengan mencoba-coba bagaikan melangkah diatas papan yang belum tau kekuatannya. Dia yakin dengan begitu Insya Allah pada waktunya nasib baikpun akan datang. Itulah sebabnya sabar dalam perbuatan berkesadaran “Alon-alon waton kelakon“: pelan-pelan demi tercapai atau terkabulnya cita-cita dan tujuan.
Alon-alon artinya dalam batin selalu bersikap “nrimo lilo, eling lan waspodo“.
Nrimo artinya dalam keadaan kecewa atau kesulitanpun tetap bereaksi rasional, dengan tidak ambruk, juga tidak dengan menentang secara percuma. Bersikap nrimo berarti kuat menerima apa yang tidak dapat dielakkan tanpa membiarkan diri dihancurkan olehnya.
Bersikap nrimo juga berarti kuat menanggung nasib buruk. Dia sadar bahwa “wong urip ora gampang, diarani gampang yo gampang, diarani angel yo angel“: hidup itu tidak mudah, disebut mudah ya mudah, disebut sulit ya sulit.
Yang memiliki sikap itu malapetaka akan kehilangan sengsaranya ia bisa “bungah sajroning susah, prihatin sajroning bungah“: ia tetap gembira dalam penderitaan dan prihatin dalam kegembiraan.
Lilo sama dengan ikhlas adalah, sanggup melepaskan berbagai kemampuan hasil pekerjaan termasuk hak milik jika memang itulah tuntutan tanggung jawab atau nasib. Lilo (ikhlas) adalah tanda penyerahan yang timbul dari kehendak sendiri dengan penuh pengertian daripada membiarkan sesuatu direbut secara pasif.
Itulah sebabnya bersikap “alon-alon” sama dengan selalu sadar dalam batin tentang Yang Ilahi dan merenung untuk kreatif serta mawas diri untuk hati-hati “ojo lali marang asale, sing tansah eling lan waspodo“: jangan melupakan asalmu, hendaklah selalu ingat Tuhan dan hati-hati serta mawas diri.
Memang kita bisa saja mengusahakan sesuatu dengan berpedoman “ojo leren lamun durung sayah, ojo mangan lamun durung luwe“: jangan berhenti kerja sebelum capai, jangan makan sebelum lapar.

Namun hasil usaha itu harus datang dari Tuhan: “kowe biso tiru penggaweane, nanging ora biso tiru rejekine“: kamu bisa meniru tindakannya, tetapi bukan pemberianNya.
Jadi, orang sabar disamping selalu bersikap “eling lan waspodo” dalam kerja juga “sepi ing pamrih, rame ing gawe” dalam dunia kehidupan. Maksud dan artinya, tunggu episode berikutnya… InsyaAllah.
Aamiin !
Salam hangat untuk semua.
Kiriman : Daryono
Diunggah : Kissparry
Editor : Eswedewea
Informasi Kontributor :

Artikel ini merupakan artikel seri NGELMU METANI (Ilmu Memilah-milah) yang sebelumnya berjudul Merenungi Sikap Budi Luhur dalam Falsafah Budaya Jawa, yang ditulis oleh Drs. Daryono, M.S.I. (kontributor Semarang).